Selamat datang temans, silahkan pilih menu yang kalian sukai, jangan lupa baca Bismillah ya ^_^

apa sih pembelajaran transformatif itu?

Dua konsep ini tidak bisa di laksanakan secara parsial, keduanya harus dilaksanakan secara integrated. Pembelajaran transformatif digunakan untuk pengembangan internal, sedang pembelajaran revolusioner digunakan untuk pengembangan external. Namun bila sarana dan prasarana kita belum memadai untuk mendukung pembelajaran revolusioner, minimal paradigma berfikir kita dalam pendidikan dapat kita perbaiki. Ada beberapa karakteristik pembelajaran tranformatif yaitu

1. Memanfaatkan umpan balik positif.

Memperbesar penyimpangan (deviation) dengan maksud mendorong terjadinya perubahan pada tataran sistem. Berbeda dengan kondisi pendidikan sekarang yang mengacu pada umpan balik negatif yaitu deviasi diupayakan terjadi sekecil mungkin demi menjaga stabilitas sistem. Kesalahan bukan sesuatu yang dihindari, tapi marilah kita melihat kesalahan sebagai umpan balik dalam sistem pembelajaran yang menawarkan peluang untuk terus belajar. Bukankah ini ada dalam teori industri.

2. Menekankan perubahan arah dan inovasi.

Memanfaatkan potensi kreatif kita untuk pengembangan alternatif citra masa depan, mengevaluasi alternatif dan mengimplementasikan desain baru.

3. Mengacu pada model pertumbuhan morfogenetik.

Model pertumbuhan ini membuka peluang untuk berubah dan menghasilkan variasi-variasi baru dari wacana dan persfektif. tidak sama dengan model pendidikan newtonian dengan model homeorhetic yang hanya mengijinkan adanya proses seleksi dan kombinasi di dalam sistem nilai tertentu. Jadi jangan takut untuk berubah dan berfikir beda.

4. Mengedepankan pembelajaran holisme.

Holisme menawarkan banyak alternatif dibanding reduksionisme, model ini membawa kita kedalam konteks pembelajaran yang lebih luas, kaya akan alternatif bahkan dapat menghasilkan perubahan. Holisme mengajarkan bahwa kebenaran bersifat kontextual, mencegah terjebak dalam keyakinan yang absolut yang biasanya mengajak kita pada fanatisme yang kuat. Dengan maksud memahami keyakinan pihak lain dan senantiasa melakukan refleksi terhadap diri sendiri akan membuahkan kerjasama yang dibutuhkan untuk membawa semesta ketataran yang lebih kompleksitas dan menawarkan berbagai kemungkinan. Holisme membuka kesempatan kita untuk memanfaatkan potensi internal kita. Proses belajar tidak lagi hanya berkaitan dnegna peningkatan potensi rasio, tetapi juga memberi peluang bagi peningkatan kemampuan emosional dan spiritual. Saya yakin jika ketiga kemampuan tadi di kolaborasikan kedalam sebuah pemikiran, maka akan mengahsilkan solusi yang cerdas.

5. Memberikan prioritas yang tinggi bagi kerjasama.

Sering kita mendengar sepuluh kepala lebih baik dari satu kepala. Karena memang dengan proses kerjasama misal dalam menentukan konsep seringkali mengahsilkan solusi cerdas yang hampir tidak mungkin terfikirkan jika berupaya memecahkannya sendiri. Seperti yang diungkapkan maxwell (2003) bahwa keterampilan berfikir dan berbagi fikiran (shared thinking) dengan orang lain akan memberikan kita berbagai masukan yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Justru karena kondisi terpuruk bangsa ini lah kita harus berubah. Awali dengan perubahan dari paradigma berfikir kita terhadap pendidikan. Bangsa kita memang sedang miskin (dengan harapan tidak selalu miskin), namun jangan mental berfikir kita. Ada yang mengungkapkan tentang teori kemiskinan struktural (kemiskinan abadi) yaitu suatu kondisi di mana sekelompok orang berada di dalam wilayah kemiskinan, dan tidak ada peluang bagi mereka untuk keluar dari kemiskinan, bahkan juga anak-anaknya. Jika seorang pemulung punya anak, dan dia tidak memiliki biaya untuk memberikan gizi yang cukup, maka akan berdampak kepada kecerdasan sang anak, lalu juga tidak punya biaya menyekolahkan anaknya, maka seakan-akan keluar dari wilayah kemiskinan hanyalah sebuah angan-angan. Dia akan terjebak ke dalam “kemiskinan abadi”, bahkan sampai ke anak-anaknya. Namun itu semua bisa kita atasi minimal dengan kaya nya mental berfikir. Menurut saya, bukan semata-mata kondisi ekonomi yang memberikan predikat kita miskin, namun justru kemiskinan mental berfikir itulah kemiskinan struktural sesungguhnya.

mari kita maknai pendidikan kita dengan melaksanakan konsep pendidikan transformatif untuk pengembangan internal dan revolusioner untuk pengembangan external.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagi siapapun yang mau berdiskusi, silahkan berikan kometar...