Selamat datang temans, silahkan pilih menu yang kalian sukai, jangan lupa baca Bismillah ya ^_^

Jatuh cinta dengan sosmas

Sekolah mahal

Jangan menjadikan kemiskinan sebagai objet pesakitan mengapa kita tidak bisa melejitkan potensi yang mereka (red. anak – anak) miliki. Karena pada dasarnya kemiskinan tidak berkorelasi langsung dengan kebodohan atau kegeniusan. Kemiskinan hanyalah penyakit sosial. Oleh karenanya, kemiskinan harus diperangi melalui metode pendidikan yang tepat guna. Dalam hubungan itu hendaknya semua pihak berpartisipasi aktif sehingga terbangun sebuah monumen kebajikan ditengah arogansi uang dan kekuatan materi.

Penyakit ini jangan sampai kita biarkan tanpa simpati sedikitpun hingga akhirnya meradang. Kemiskinan tidak selalu sembuh dengan asupan materi misal lewat Bantuan Langsung Tunai yang hanya bisa mengenyangkan sesaat perut-perut buncit kandidat gizi buruk yang kelaparan. BLT hanya mewariskan mental pengemis, bukan mental pejuang seperti kegigihan seorang ibu disaat proses persalinannya. Dengan semangat yang tinggi, pengharapan yang mulia, agar anaknya dapat lahir dengan selamat. Tidak sebatas melahirkan saja lalu selesai, namun masih ada jalan panjang untuk menciptakan buah hatinya seperti mutiara yang berharga.

Namun kemiskinan membutuhkan obat mujarab dengan komposisi ilmu pengetahuan, agama, hikmah, syiroh, keterampilan, pengalaman, kreativitas, yang terangkum dalam pendidikan. Ditengah kondisi negeri yang hampir masuk kerumah pesakitan bagian UGD karena kemiskinan yang mengkronis, seharusnya pendidikan dapat menjadi salah satu penyembuhnya. Pendidikan adalah hak kita semua, tidak ada dikotomi di dalamnya. Sikaya dan simiskin hanyalah ungkapan sekte-sekte dalam kehidupan sosial. Namun tidak dipungkiri, sekte itulah yang menjadi faktor kenapa pendidikan itu seolah bukan hak.

Lelah menunggu realisasi pendidikan gratis dari pemimpin negeri ini, karena bagaikan menunggu pembagian zakat dari saudagar kaya. Seperti penuh pengharapan namun juga penuh perjuangan. Bagi yang tidak kuat fisiknya maka ‘mati’ lah. Amanat Undang – Undang untuk mengalokasikan 20% dari APBN hingga kini belum dapat terealisasi. Mungkin kegiatan kunjungan kerja yang menjadi kontroversi tingkat keefektifitasannya lebih patut diperjuangkan ketimbang dana untuk pendidikan.

Setiap tahun, para orang tua selalu harus memutar otak agar anak-anaknya dapat belajar di sekolah terbaik, mereka tidak segan-segan mengorbankan aset yang mereka miliki agar anak-anaknya dapat bersekolah dengan layak. Pendek kata, untuk mendapatkan hasil terbaik, kita semua selalu ingin proses terbaik. Satu kata yang hendak digarisbawahi penulis adalah kata -- proses. Sekolah adalah medium agar proses itu terjadi, mampu menghasilkan input-input manusia untuk dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang memiliki posisi tawar kuat, baik untuk melanjutkan ke pendidikan lebih lanjut, maupun pasar tenaga kerja.

Pertanyaannya, haruskah kita memilih satu medium saja untuk membentuk manusia yang lebih baik? Saat hanya beberapa sekolah yang teruji memiliki proses terbaik. Haruskah kita membiarkan terjadinya "komersialisasi" proses pendidikan (formal) yang merupakan salah satu bentuk pembelajaran, sementara masih banyak medium pembelajaran yang dapat melejitkan potensi diri anak-anak, meskipun kita hanya sanggup memilih sekolah yang biasa-biasa saja.

Seberapa banyak kita menggunakan berbagai medium pembelajaran yang memungkinkan anak-anak lebih cerdas? Seberapa cerdas kita menggunakan medium rumah, medium bermain, medium pergaulan sosial, medium masjid, medium tempat-tempat pertemuan, medium teknologi dan sarana non fisik lainnya untuk melejitkan potensi diri? Sesungguhnya, pada medium ini proses pembentukan manusia yang paling banyak menyerap sumberdaya waktu kita, di lingkungan sosial kita. Seberapa sadar kita mewarnai medium-medium tersebut dengan nilai-nilai yang dapat memproses lahirnya generasi baru yang lebih cerdas?. Bukankah lebih banyak waktu kita berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sosial selama ini? Seberapa bernilai kualitas interaksi tersebut yang dapat membuat proses yang menghasilkan kualitas manusia yang lebih baik dari periode sebelumnya?

Sebuah hadist shahih menyebutkan “Sesungguhnya anak manusia itu diciptakan dalam keadaan putih bersih. Orang tua nyalah yang menjadikannya sebagai yahudi, nasrani, atau majusi” . Dari hadist ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada dasarnya seorang anak itu memiliki hati yang bersih. Namun pada perkembangannya, peran lingkungan sangat besar untuk menjadikan hati itu tetap pada kebenaran atau justru di tutupi oleh ron (penutup) sehingga berpaling dari kebenaran. “Hati yang bersih” itu adalah ladang amal bagi kita. Mari kita isi melalui tulisan hikmah, pengetahuan, akhlak, serta memperkayanya melalui syiroh nabi, kreativitas, pengalaman, dll. Marquardt and Reynolds (1994) mendefinisikan pembelajaran sebagai "proses individu memperoleh pengetahuan baru dan pemahaman yang mendalam yang akan merubah perilaku dirinya".

Melalui program desa binaan, departemen sosial masyarakat KAMMI Banten mencoba untuk memanfaatkan medium belajar selain sekolah formal untuk membentuk manusia yang cerdas dan religi.

Jatuh cinta dengan sosmas

        Hati – hati menjaga matamu, (klap klip) 2X

        Karena Allah melihat semua perbuatanmu

        Hati – hati menjaga matamu, (klap klip)

        Hati – hati menjaga telingamu, (cikuik) 2X

        Karena Allah melihat semua perbuatanmu

        Hati – hati menjaga telingamu, (cikuik)

        Hati – hati menjaga hatimu, (dagdigdug) 2X

        Karena Allah melihat semua perbuatanmu

        Hati – hati menjaga hatimu, (dagdigdug) 2X

        Hati – hati menjaga dirimu, (klapklip, cikuik, dagdigdug) 2X

        Karena Allah melihat semua perbuatanmu

        Hati – hati menjaga dirimu, (klapklip, cikuik, dagdigdug)

Masih ingatkah syair ini? Masih ingatkah juga bagaimana ekspresi mereka (red. Anak – anak) saat menyanyi? semangatnya, senyum sumringahnya, atau hanya sekedar mengangguk-angguk sambil bertepuk tangan karena belum menghapal syairnya, ada kegembiraan di mata mereka.

Senyum mereka ( red: anak – anak) sungguh bagai amunisi yang siap diledakkan para mujahid dalam memerangi kaum kuffar. Memberi semangat tersendiri, tulus dan tidak pernah mengada – ada. Senyum terbaik serta lari-lari kecil mereka sudah menjadi agenda wajib saat menyongsong kedatangan para pengajar. Lalu dengan semangatnya mereka menceritakan apa yang telah mereka lakukan baik disekolah atau dirumah bersama teman-temannya atau pun hanya sekedar ingin mencari perhatian dengan cerita - cerita yang tidak jelas. Senyum malu – malu diwajah polos itu, sunguh membuat daya tarik tersendiri. Kekecewaan akan sangat tampak diwajah mereka ketika salah satu pengajar tidak bisa hadir (insyaAllah dengan alasan syar’i), berbagai macam pertanyaan pun akan mereka lontarkan sebagai ungkapan “mereka ingin,kita ada bersamanya”.

Kalau Helvi Tiana Rosa dalam bukunya yang bertajuk Bukan di Negeri Dongeng mengajak kita berkenalan dengan pejuang keadilan yang memiliki sosok yang luar biasa, mulai dari sosok yang selalu ingin mejadi orang pertama dalam menolong orang lain meski tak bisa membeli susu anaknya, atau pun seorang ibu yang yang mengidap kanker rahim yang kekurangan secara ekonomi, tetapi selalu terdepan membantu mereka yang terkena musibah, ataupun sosok wakil rakyat yang hanya mau mengambil gaji secukupnya dan selebihnya dikembalikan kepada rakyat, serta sosok luar biasa lainnya. Maka disini, penulis pun ingin memperkenalkan sosok luar biasa yang lahir dari KAMMI.

Sosok luar biasa itu ada dalam sosok teman – teman yang sempat dan masih beraktifitas menyalakan lentera - lentera kehidupan melalui ilmu. Yang tetap diingat penulis yaitu sosok yang memiliki semangat yang luar biasa, mungkin hampir semua belahan otaknya hanya memikirkan bagaimana agar program desa binaan yang menjadi program kerjanya dapat berjalan dengan baik, atau pun sosok akhwat yang tidak takut akan jalan yang jauh dan terjal, juga dengan sulitnya berbagi waktu dengan kewajiban yang lainnya, namun dengan sepedanya tetap berkomitment untuk datang dan menyampaikan ilmu kepada mereka, ataupun sosok yang memiliki semangat yang luar biasa juga, yang rela menepis rasa malunya untuk meminjam “modal” agar bisa tetap datang menyampaikan hikmah kepada mereka, serta banyak lagi sosok luar biasa lainnya. Appresiasi yang sangat dalam patut disampaikan kepada mereka.

Cara kita bersyukur itu berbeda-beda, tergantung dengan kapasitas serta kemampuan yang kita miliki. Ada yang merealisasikan rasa syukur itu melalui hartanya, tenaganya, pikirannya, dan masih banyak lagi lainnya. Semoga apa yang kalian lakukan dapat dinilai sebagai bentuk rasa syukur, sehingga kita tidak tergolong kepada orang – orang yang kufur nikmat. “siapa yang bersyukur atas nikmatKU maka akan AKU tambah, namun siapa yang kufur maka adzabKU sangatlah pedih”

“....sosmas tidak perlu orang yang pintar berorasi, negoisasi, politikus yang handal, tapi sosmas membutuhkan orang yang mau bekerja”, kalimat yang disampaikan oleh ketua sosmas saat itu masih penulis ingat. Pengetahuan, potensi, dan kemampuan tanpa dibarengi oleh karya nyata bagai pohon kelapa diujung batas usianya. Filosofi pohon kelapa dengan manfaat disetiap bagiannya, jika tidak diberdayakan hanya akan menjadi seonggok kayu yang mengering, rapuh, dan akhirnya mati tanpa manfaat.

Kita harus bercita-cita untuk bisa memberikan kontribusi yang besar bagi Islam. Jadikan hidup kita bermanfaat bagi banyak orang. Lihat orang – orang besar sebelum kia yang telah menghasilkan karya yang dipuji dan dikenang oleh banyak orang, seperti Ibnu Taimiyah dengan kitab majmu’ fatawa 30 jilid, Imam nawawi dengan kitab Riyadhus Shalihin, hadist Arba’in, Sayyid Qutub dengan tafsir fizhilalil Qur’an 12 jilid, serta masih banyak lagi yang lainnya. Mereka harus menjadi inspirator kita. Karya terbaik hanya akan ada dari kesungguhan (mujahadah), tajarrud, dan istiqomah. Sekarang kita bertanya sudahkah kita melakukan itu semua?

Bekerja membutuhkan keikhlasan dan integritas yang tinggi,sehingga hasil yang didapatkan maksimal. Ikhlas tidak hanya diartikan bekerja tanpa imbalan materi, namun memiliki interpretasi yang luas. Ikhlas untuk meluangkan waktu ditengah padat aktifitasnya hanya untuk menceritakan syiroh nabi, bernyanyi bersama, tempat luapan kemanjaan anak-anak atau hanya sekedar menjadi teman bermain mereka; ikhlas dalam medistribusikan pengetahuannya; ikhlas berbagi kasih sayang; dan yang paling penting adalah ikhlas memberikan sebagian hidup kita untuk orang lain.

Sebagai kata penutup, ucapan terimakasih yang paling dalam penulis sampaikan kepada sosmas KAMMI Banten yang telah memberikan pelajaran tentang banyak hal. Pelajaran tentang ikhlas, pelajaran menjadi sosok yang luar biasa, pelajaran tentang berbagi, juga pelajaran tentang cinta. Kiranya tidak hiperbola jika penulis mengatakan telah jatuh cinta kepada sosmas.

Fadilla Oktaviana

Solo, 5 Desember 2008


*Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba essay KAMMI Banten



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagi siapapun yang mau berdiskusi, silahkan berikan kometar...