Selamat datang temans, silahkan pilih menu yang kalian sukai, jangan lupa baca Bismillah ya ^_^

Tetap ada cinta di usia senja

Banyak orang yang takut ke Rumah Sakit, alasannya pun bermacam-macam. Dari yang takut darah, emphatinya yang terlalu tinggi sampai yang phobia banget dengan kamar mayat. “bisa-bisa yang tadinya jenguk orang yang sakit, karena aku lihat darah, eh malah aku yang dirawat dila” ujar temenku yang takut dengan darah. Lain lagi dengan sahabatku yang emphatinya selangit, “aku ga tega kalau liat orang sakit, ingin rasanya aku yang menggantikan sakitnya atau lebih baiknya aku ga lihat sama sekali” ujarnya. Ehm..emphatimu tinggi juga sob. Begitu juga temenku yang phobia banget dengan kamar mayat ikut berkomentar, “walaupun cuma lewat, bisa-bisa aku ga bisa tidur 3 hari 3 malam, karena teringat kamar mayat” ujarnya ngeriy. Sebenarnya aku pun takut ke Rumah Sakit, tapi tidak karena alasan seperti teman-temanku. Aku lebih kepada menjaga agar aku tidak sakit. Namanya Rumah Sakit, pasti banyak penyakit. Aku menyadari bahwa aku tidak memiliki imun yang kuat, mudah sekali tertular. Jadi, dari pada cari penyakit mending cari duit, (nah lo.. ga nyambung).
Rumah Sakit memang seram, paling tidak mind set ini sudah tertanam didiriku sejak kecil. Tapi aku baru menyadari bahwa tidak selamanya benar opini Rumah Sakit itu seram. Bagiku, orang yang memiliki hobi mengamati perilaku orang lain, Rumah Sakit adalah salah satu tempat yang romantis. Lha koq bisa?
Sebenarnya hal sederhana saja yang ingin aku ceritakan disini. Mungkin terlihat biasa bagi orang lain melihat sepasang kakek nenek yang asyik bersenda gurau ditengah menunggu panggilan sang suster. Namun tidak bagiku, aku berpendapat ada yang mereka tetap jaga hingga usia pun tidak dapat menghapusnya.
Kisah ini berawal dari aku yang harus check up ke Rumah Sakit setelah satu hari yang lalu tulang belakang di roentgen, ada sedikit masalah yang cukup mengganggu aktivitasku. Hari itu aku datang pagi-pagi, tapi tetap saja tidak terbebas dari ngantri. Ternyata yang datang lebih pagi dariku juga banyak. Aku pun harus rela menunggu dengan berdiri, karena semua bangku antrian sudah terisi penuh di poli dalam. “Antusias sekali mereka”, fikirku dalam hati. Kuamati disekelilingku, ternyata Kebanyakan yang mengisi bangku-bangku itu usia lanjut, sepertinya hanya aku yang masih muda dan cantik.he..he..
Hufh…capek juga, aku lihat disekeliling lagi, ternyata tidak ada juga bangku yang kosong. Akhirnya aku harus menunggu dengan berdiri hampir satu jam. Tak lama kemudian namaku di panggil “nona Fadilla Oktaviana, Ngoresan – Jebres SKA” ujar perawat. kemudian aku mendekat dan bercakap-cakap sebentar dan aku dipersilahkan untuk mengantri lagi.
Selama satu jam aku menunggu, banyak aktivitas ibu-ibu dan bapak-bapak disekitar yang menarik perhatianku dan cukup membuatku tersenyum-senyum sendiri. Salah satunya adalah yang akan aku ceritakan di tulisan ini. Aku memberinya judul “tetap ada cinta diusia senja”. Ehm…romantic.Aaku pun berharap demikian. Kelak, saat aku sudah berkeluarga, aku hanya ingin sekali saja dan satu orang saja yang membuatku merasa nyaman berada didekatnya, membuatku merasa berarti disikapnya, dan membuatku merasa menjadi wanita paling bahagia karena dapat mendampinginya.
Mereka adalah sepasang kakek dan nenek, kalau boleh aku taksir usianya sekitar 60-an. Aku tidak tau jati dirinya, yang sempat aku baca adalah identitas dijaket yang dikenakan sang kakek “kelompok KKM – UNS tahun 1984” beserta logo besar UNS terpampang disana. Aku mulai menghitung umurnya, apakah benar itu adalah jaket kakek tersebut, tapi.. terlalu tua jika di tahun 1984 umurnya baru menginjak 20-an. Asumsiku, pada umumnya KKM dilaksanakan pada semester 6 atau semester 7. Kurang Lebih berumur 22 tahun. Kalau ditambah umurnya ke tahun 2009, umur sang kakek baru sekitar 48 tahun. Ah… masih terlalu muda untuk ukuran kakek tersebut. Akhirnya aku mengambil kesimpulan, mungkin anaknya yang memiliki jaket tersebut. (Ehm..koq jadi ngomongin jaket ya)
Rupanya kakek tersebut sedang mengantar istrinya berobat di poli yang sama denganku. Aku juga tidak tahu penyakit apa yang diderita oleh nenek tersebut. Nasibnya hampir sama denganku, harus rela mengantri dengan berdiri. Ehm..kalau saat itu aku sedang duduk, ingin rasanya memberikan tempat dudukku untuk mereka. Unfortunately, aku pun berdiri. Trus dimana romantisnya?
Senyum sumringah tidak terlepas dari wajah mereka berdua, entah apa yang dibicarakannya. Huh…tidak seperti aku, aku yang datang sendiri harus rela terdiam. Ingin juga mengajak bicara teman didekatku yang sama-sama sedang mengantri, namun beberapa terlihat sedang menahan rasa sakitnya. Akhirnya aku melanjutkan hobiku.
Kembali ke kakek dan nenek, aku mulai menerka-nerka kira-kira apa yang dibicarakan oleh mereka berdua, mungkin tentang anak-anaknya, cucu-cucunya, binatang peliharaan mereka, tetangga mereka, atau justru tentang mereka berdua. Yup sepakat, sepertinya memang tentang mereka berdua, tentang cinta dan kasih sayang. Karena sumringah mereka berbeda, sumringah seperti dua orang sedang jatuh cinta. Aku mulai menerka-nerka lagi, mungkin mereka bercerita saat mereka pertama kali bertemu, atau mungkin mereka punya kenangan indah di Rumah Sakit, entahlah. Yang pasti sang nenek tidak terlihat sakitnya dan tidak terlihat mengeluh.
Sesekali sang nenek menanyakan sesuatu, dan sang kakek menjawabnya penuh kasih sayang. (Ehm..aku bisa merasaknnya lewat tatapan mata sang kakek kepada sang nenek). Sepertinya pendengaran sang nenek tidak lagi sempurna, membuat sang kakek harus menjawabnya tepat di telinga sang nenek. Aku mulai menerka-nerka lagi, kira-kira apa yang dibisikkan oleh kakek tersebut, apakah terselip kata-kata cinta dan spirit saat menjawab pertanyaan sang nenek? karena usai sang nenek mendapatkan jawaban dari sang kakek, tenteram terlihat dari air mukanya. Anggukan kecilnya pun terayun tanda sang nenek mendapatkan jawaban yang ia cari.
Hal tersebut terjadi beberapa kali, dan dalam beberapa kali itu juga aku melihat sang kakek tetap dengan sabarnya menjawab pertanyaan sang nenek, tetap dengan kasih sayangnya, perhatiannya, dan rasa cintanya. Begitu pula sang nenek, tetap dengan anggukan rasa puas dan nyaman yang ia tunjukkan setiap kali sang kakek selesai memberi jawaban. Rasanya aku tidak bosan kalau harus melihat ini lagi.
Tak lama kemudian, aku tersentak oleh penggilan suster kembali tanda aku mendapat giliran periksa dan konsultasi ke dokter. “nona Fadilla Oktaviana, ngoresan – jebres SKA” ujar perawat tersebut, seketika itu juga aku menghadapnya kemudian aku larut dalam penjelasan dokter mengenai masalah di tulang belakangku.
Romantis, jika cinta itu tetap terjaga hingga usia senja dan hanya umur yang dapat memisahkannya.

Solo, Ramadhan 26 agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagi siapapun yang mau berdiskusi, silahkan berikan kometar...